Beranda | Artikel
The Future Is Open (bagian 2)
Selasa, 1 April 2014

 

Kalau Anda tertarik dengan jawaban dari pertanyaan tersebut, saya mungkin bisa membantu Anda. Tapi ingat, apa yang akan saya utarakan di bawah ini hanyalah opini yang datang dari hasil pemikiran sekaligus sedikit penelitian. Dengan demikian, saya tidak akan keberatan bila pembaca memiliki pandangan lain. Bisa saja saya yang benar sementara Anda salah. Atau mungkin juga sebaliknya. Dan tidak jarang, saya benar, Anda pun juga benar. Santai saja. Dalam strategi bisnis, susah sekali menemukan formula absolut untuk mencapai kesuksesan. Semua strategi baru akan ketahuan hasilnya setelah kita mencobanya. Anda percaya kan?

Apanya yang dibuka?

Kalau Anda memiliki perusahaan teknologi informasi yang memiliki produk berupa software, baik itu yang berbasis web maupun desktop, maka Anda memiliki dua opsi. Pertama, Anda membuka kode sumber aplikasi itu sendiri. Kedua, Anda berikan developer semacam SDK (software development kit) yang bisa mereka unduh secara gratis untuk membuat aplikasi di atas aplikasi yang sudah ada. 

Membuka kode sumber alias source code

Contoh sukses untuk pilihan pertama bisa Anda lihat pada WordPress. Awalnya WordPress merupakan sebuah aplikasi berbasis web sederhana yang dirilis dengan lisensi GNU General Public License yang dikembangkan secara sersan (serius tapi santai) oleh Matt Mullenwegg bersama developer lainnya. Perlahan tapi pasti, WordPress kemudian berkembang, tidak hanya sebagai sebuah aplikasi gratisan, tetapi juga sebagai sebuah penyedia layanan blogging (baca: blog host provider) yang menerapkan metode freemium. Dengan ekosistem pengguna yang jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan juta di seluruh dunia. 

Automattic, Inc., perusahaan resmi yang berada di balik pengembangan WordPress mendapatkan uang dari beberapa skema. Pertama, dari iklan yang mereka lekatkan di blog gratisan milik pengguna mereka. Kedua, dari para member mereka yang berani membayar lebih untuk fitur-fitur tambahan seperti domain redirecting, kapasitas tambahan di server Automattic, atau kustomisasi tampilan dengan theme yang berbayar. 

Perlu pembaca ketahui bahwa kode WordPress benar-benar dirilis secara terbuka. Dan sesuatu yang terbuka memang mengandung risiko, khususnya dari sisi keamanan. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, situs-situs yang dibangun dengan WordPress biasanya cenderung mudah diacak-acak oleh para cracker. Apalagi kalau si administrator situsnya hanya menggunakan WordPress secara ala kadarnya alias tidak melakukan tindakan-tindakan tambahan yang dapat mencegah masuknya serangan normal dari para cracker. 

Meskipun sering jadi sasaran hacker, tapi tetap saja, WordPress adalah WordPress. Popularitasnya sebagai sebuah aplikasi yang mudah digunakan mengalahkan statusnya sebagai aplikasi yang mudah dijebol oleh cracker. Bagaikan platform Windows di desktop yang sesak dengan aplikasi pendukung – sekaligus serangkaian serangan jahat – karena popularitasnya, demikian pula dengan WordPress di web. Sampai saat tulisan ini dibuat, sudah ada begitu banyak cerita sukses tentang orang-orang yang berhasil mengembangkan sesuatu di atas WordPress. Ada developer yang sukses dengan menjual theme, tapi ada pula yang sukses sebagai konsultan. Tidak ketinggalan pula, mereka yang sukses mendirikan perusahaan penyedia hosting khusus untuk WordPress. Masih ada lagi? Yup, jangan pernah lupakan mereka yang sukses menjadi blogger terkenal dan kaya bermodalkan WordPress. Ada Michael Arrington atau Darren Rowse yang layak dijadikan teladan untuk contoh yang disebut terakhir.

In case with Android

Selain WordPress, saya juga tertarik untuk berbicara mengenai Android. Bila Anda tahu tentang Linux, maka saya berani menyebut Android sebagai “Linux versi sukses”. Platform mobile yang dikembangkan oleh Google bersama sejumlah perusahaan telekomunikasi ini benar-benar sudah membuktikan kepada kita semua bahwa memperlihatkan kode software kepada publik bukanlah ide yang buruk, bahkan sebaliknya. Bayangkan saja, berkat Android, sekarang tidak hanya ponsel yang berubah menjadi komputer tetapi juga TV, lemari es, mesin cuci, bahkan rumah. 

Dan jangan lupa juga, Anda tidak boleh melupakan sebuah peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu saat Samsung dengan gagah beraninya merilis sebuah tablet berukuran 7 inchi yang sempat disangka oleh Steve Jobs sebagai bakal calon “dead on arrival” alias produk gagal. Siapa sangka, Android yang menjadi platform bagi Samsung Galaxy Tab ternyata tetap bisa diterima oleh jutaan pengguna, meski dianggap belum secantik iPad dengan iOS-nya. Tapi di sinilah menariknya. Sebelumnya kita mungkin tidak akan pernah menyangka kalau sebuah tablet PC yang terisi dengan sistem operasi khusus untuk ponsel cerdas – bukan tablet PC – ternyata juga bisa mendapatkan tempat yang spesial di hati para pecandu gadget seluruh dunia. Termasuk Indonesia. Harga yang miring plus kualitas material perangkat yang tidak murahan membuat Galaxy Tab sukses di pasaran. Dengan meledaknya penjualan Galaxy Tab, banyak kalangan yang sadar bahwa Android memang punya masa depan, bahkan di sebuah gadget yang tidak disiapkan khusus untuknya. 

Efek sukses Android di Galaxy Tab 7 inchi membawa banyak dampak positif. Beberapa bulan setelah Tab muncul dan sukses di pasaran, publik mulai melihat serbuan tablet-tablet PC berisikan Android di pasaran; Asus merilis seri Transformer, Acer dengan Iconia, Toshiba dengan Excite, HTC dengan Flyer, Lenovo dengan ideapad, Dell dengan Streak, Motorola dengan Xoom, dan bahkan Axioo dengan Picopad-nya. Kalau Anda memaksa saya menyebutkan semua maka habislah waktu saya hanya untuk mendaftar serdadu Android di kelas tablet. Hehehe, oleh karena itulah saya tidak melakukannya. 

Lalu apakah tablet-tablet PC itu laku di pasaran? Ini pertanyaan yang bagus. Berdasarkan pengamatan beberapa lembaga riset, tablet PC berplatform Android memang masih kalah laku dibanding iPad, tapi pertumbuhannya dari waktu ke waktu selalu positif. Bahkan ada yang berani memprediksi bahwa 2013 adalah tahun saat penjualan tablet Android akan mengalahkan iPad persis saat 2012 menjadi tahun saat Android mengambil posisi Apple di kelas ponsel cerdas. Prediksi yang masuk akal mengingat tablet Android bisa didapatkan hampir di mana saja. Termasuk di daerah yang belum ada reseller resmi Apple. Hehehe, Gorontalo termasuk lho. Oh ya, untuk membeli tablet Android, Anda tidak harus mengunjungi mall yang super megah karena biasanya di beberapa counter pulsa pun ada yang menjualnya. Wakakaka, Apple pasti akan sangat kesulitan untuk menyaingi penjualan platform yang berprinsip “gotong royong” ini.

 

 


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3269-the-future-is-1738.html